"Jika sampai mempercayai sebuah batu bisa mengubah nasib atau mendatangkan sesuatu, itu sudah tandanya masyarakat sudah mengkultuskan batu akik, ini yang bahaya,"
kata Achmad Zein Alkaf, Salah seorang pengurus MUI Jatim yang dirilis beberapa portal media baru-baru ini.Yah, Sebuah kekhawatiran yang sangat wajar, melihat fenomena demam batu akik yang memang tengah melanda Tanah Air kita. Tidak saja diminati kaum pria, namun perempuan juga sudah mulai melirik batu-batu yang memang memiliki keindahan yang dikandungnya. Bahkan bocah-bocah pun, banyak yang tergila-gila dengan batu akik.
Istilah "Zaman Batu" pun banyak dilekatkan oleh masyarakat yang sedikit anti dengan kondisi tersebut diatas. Ada pula istilah "Bahasa Batu", yang muncul karena hampir di semua area publik, pasti ada saja yang membahas tentang batu, baik itu antara sesama teman, kerabat maupun baru kenalan (ingin tahu lebih jauh tentang batu akik yang sedang dipakai).
Kalau saja para penggemar batu akik atau biasa dikenal dengan gemslover menganggap batu akik hanyalah sejenis batu mulia. Batu itu disukai hanya berdasarkan bentuk dan warnanya, tidak lebih dari itu, serta hanya dijadikan sebagai hobbi, tentu tidak jadi sebuah hal yang berbahaya.
(Baca: Temuan Batu Permata di Padangloang bikin Heboh)
Telebih lagi melihat bagaimana batu akik yang diburu mulai dari tengah belantara hingga tengah kota dan diperijualbelikan dari pinggir jalan hingga mal-mal mewah Ibukota. Tentu akan meningkatkan roda perekonomian di suatu daerah, terutama bagi para pengrajin dan pedangan. Di beberapa daerah bahkan, pemerintah setempat menjadikan batu akik lokal daerah tersebut sebagai salah satu promosi dan daya tarik daerahnya.
(Baca: Transaksi Kontes Batu Permata di Pinrang Tembus Lebih dari 1 Miliar)
Namun, kekhawatiran diatas muncul ketika para pemakai batu akik akan jatuh ke dalam kemusyrikan Apalagi di tengah masyarakat masih banyak yang memelihara kepercayaan terhadap benda-benda mati.
(Baca: Misteri Batu Mulia di Jari Para Presiden dan Pejabat)
“Mereka menganggap benda mati tertentu memiliki kekuatan atau keistimewaan sehingga bisa dijadikan sebagai jimat atau senjata,” kata anggota Komisi X DPR, Surahman Hidayat yang dimuat di salah media.
“Padahal, kepercayaan seperti ini hanyalah bersumber dari khurafat (tahayul), khayalan, dan halusinasi semata. Sudah kuatkah akidah kita untuk menghapus perihal dugaan yang berbau khurafat dalam batu akik yang mampu menggeser ketauhidan kita,” tambah dia.
Bahaya lain yang sangat berpotensi timbul dari fenomena ini adalah sifat keangkuhan. Terlebih lagi di zaman sekarang, memakai batu cincin hanya untuk gengsi. Sehingga cenderung ke arag pamer atau riya.
Namun, banyak pula yang berdalih kalau Nabi Muhammad, pun mengenakan batu cincin di jarinya. Surahman menjelaskan lebih lanjut, bahwa Rasulullah mengenakan cincin batu di jari kanannya hanya sebagai hiasan dan stempel. Rasulullah juga pernah melepaskan cincin itu ketika pada saat itu banyak menyalahgunakan cincin-cincin yang mereka buat.
“Ingat setan tidak akan pernah menyerah untuk menggoda dan menggeser akidah manusia dengan menyisipkan nilai-nilai syirik sehalus apa pun,” kata pria yang juga menjabat sebagai Ketua Mahkamah Kehormatan DPR ini.
Bahaya lebih kongkrit terlihat juga dari pemberitaan di beberapa media belakangan ini. Mulai dari pengrusakan lingkungan dan cagar budaya, konflik masyarakat atas kepemilikan areal ditemukannya batu akik dalam jumlah besar, hingga beberapa nyawa bocah yang terenggut karena tenggelam saat turut mencari batu akik di sungai.
(Baca juga: Temuan Batu Giok 20 Ton Timbulkan Konflik)
Segala sesuatu yang berlebihan itu tentu tidak baik. Alangkah lebih baik itu jika menggunakan sesuatu secara cukup atau pas, tidak lebih dan tidak juga kurang, atau ideal. Terkadang manusia itu selalu ingin yang lebih padahal berlebihan itu bisa menjadi dampak yang negatif bagi diri kita sendiri.
(Diolah dari berbagai sumber / foto ilustrasi: berjibaku.com)