Perkembangan demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang surut dari masa ke masa. Perkembangan demokrasi di Indonesia mempengaruhi stabilitas sistem politik pemerintahan. Berhasil atau tidaknya suatu rezim kekuasaan dapat diukur dari tingkat kesejahteraan rakyat dan sistem politiknya. Secara sederhana sistem politik Indonesia ialah keseluruhan kegiatan dalam negara yang bertujuan untuk kepentingan umum dan masyarakat. Sistem politik ini diperlukan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan negara. Sistem politik yang dianut oleh negara Indonesia ialah sistem politik demokrasi Pancasila. Karena Secara ideologis Pancasila merupakan suatu ajaran demokrasi atau ajaran yang terbuka untuk menuangkan dan menampung aspirasi rakyat. Salah satu ciri demokrasi Pancasila ialah mengenal adanya pemilu yang luber (langsung, umum, bebas dan rahasia).
Masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono sudah hampir usai. Sesuai dengan UUD 45 BAB III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara pasal 7 bahwa “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”. Pemilihan Umum akan dilaksanakan pada tahun 2014. Maka di tahun 2013 ini bisa disebut sebagai momentum tahun politik. Karena dewasa ini partai politik telah mempersiapkan agenda politik memperebutan kursi kekuasaan pada pemilu 2014. Menurut detik news “Pemilu 2014 akan diikuti 12 partai nasional dan 3 partai lokal Aceh. 12 partai nasional adalah Partai Demokrat, Partai Golkar, PDI Perjuangan, PAN, PKS, PPP, PKB, Gerindra, Hanura, Partai NasDem, PBB, dan PKPI” (25/3/2013). Ke-15 partai tersebut mulai bermanuver untuk memperkenalkan visi, misi partai dan mensosialisasikannya dalam sebuah kampanye politik.
Miriam Budiardjo dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Politik, menyatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya), dengan cara konstitusional guna melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka (2000:159). Partai politik memiliki empat fungsi, yaitu: pertama sebagai sarana komunikasi politik (political socialization), kedua sebagai sarana komunikasi politik, ketiga sebagai sarana recruitment politik (political recruitment), yang terakhir sebagai pengatur konflik (conflict management).
Sebagai sarana komununikasi politik, parpol harus dapat menyalurkan aspirasi dan pendapat masyarakat, lalu ditampung dan di kualifikasi untuk dijadikan materi kebijakan kenegaraan nantinya. Sebagai sarana sosialisasi politik (political socialization), Di dalam ilmu politik, dapat diartikan sebagai proses melalui mana seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik. Dalam hal ini partai harus mendapatkan dukungan seluas-luasnya agar memenangkan pemilu. Sebagai sarana rekruitmen politik (political recruitment), yaitu mencari dan merekrut orang yang berkompeten dan turut serta dalam kegiatan politik sabagai anggota partai. Sebagai pengatur konflik (conflict management), partai sebagai pihak yang mengatasi persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarakat.
Dewasa ini banyak kita lihat berbagai fenomena kampanye politik dengan menggunakan media konvensional seperti rontek, baliho, dan lain-lain dengan ukuran yang bervariasi, menghiasi di berbagai sudut ruang publik kota. Berbagai pencitraan muncul secara dadakan, untuk mendapatkan hati masyarat. Dahulu ketika kampanye menggunakan media print ad belum semudah dan semurah seperti sekarang, para partai politik menggunakan massa untuk berkampanye menggunakan sepeda motor. Karena pertumbuhan jalan yang tidak sebanding dengan jumlah kendaraan yang ada, ditambah lagi isu pengiritan bahan bakar minyak, maka kampanye dengan menggunakan motor dirasa kurang efektif.
Memilih calon pemimpin
Efektifitas kampanye partai politik dapat diukur dari banyaknya calon pemilih (masyarakat) menjatuhkan pilihannya terhadap partai politik tersebut. Dewasa ini masyarakat sudah semakin pintar dan kritis dalam memilih calon pemimpin yang tepat. Masyarakat sudah bosan dijejali dengan janji atau program sang calon setelah berkuasa. Hal itu tidak menjadi efektif karena kampanye menggunakan media yang lebih mementingkan kuantitas, memiliki kelemahan akan cepat dilupakan oleh masyarakat. Penempatan iklan tersebut pun terkesan asal-asalan. Asal tempel, asal paku, asal meletakkan, semuanya asal. Hal itu lah yang menjadi masalah, karena masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan ruang publik/ruang hijau tanpa disuguhi dengan kampanye partai politik. Secara tidak langsung parpol akan kehilangan esensinya sebagai partai yang menjunjung tinggi demokrasi tetapi memaksa masyarakat mengenal partainya.
Kita bisa menengok kampanye Presiden Amerika Serika, Barrack Obama. Terpilihnya Obama sebagai Presiden AS yang 44 tidak lepas dari upaya tim suksesnya yang menggunakan strategi berkampanye melalui internet. Selain untuk menggalang dukungan suara teryata kampanye online yang dilakukan oleh tim sukses Obama adalah untuk mendulang dana dari masyarakat. Dengan keampuhan dari tim sukses Obama inilah tak heran kubu Obama menghasilkan sedikitnya USD 1 miliar. Jumlah tersebut 12 kali lebih besar dibanding dana yang berhasil dihimpun John Kerry pada pilpres 2004. Terbukti kampanye melalui internet dan jejaring sosial sangat efektif dan berpengaruh luas.
Di Indonesia hal tersebut sudah digunakan tetapi sebagai pelengkap. Hal ini terjadi karena melihat jumlah pengguna internet di Indonesia menurut MarkPlus Insight “jumlah pengguna Internet di Indonesia per akhir tahun 2012 mencapai 61,08 juta orang. Angka tersebut naik sekitar 10% ketimbang tahun 2011”. Sedangkan di Amerika pengguna internetnya mencapai 245 juta, menempati posisi kedua setelah China. Tetapi Indonesia memiliki tingkat pertumbuhan pengguna internet yang subur. Kedepannya para parpol harus berfikir untuk menggunakan media internet dan jejaring social sebagai salah satu strategi kampanye yang efektif. Selain efektif, media internet ini juga dapat menghemat biaya kampanye. Hal tersebut menjadi peluang yang sama antara parpol lama dan parpol yang baru. Akan tetapi jangan menelan mentah-mentah strategi kampanye lewat internet seperti yang telah dilakukan oleh Obama. Tim sukses Parpol juga harus memahami perilaku (behavior) masyarakat melihat pengguna internet di Indonesia tak sebesar di Amerika. Serta tingkat kegunaan internet sesuai fungsinya bukan hanya sekedar fanatik. Media internet dapat dijadikan solusi efektif sekaligus kreatif tergantung para tim sukses partai mengkemasnya dalam sebuah desain komunikasi visual.
Yang terjadi ketika iklan politik tersebut sudah terlalu banyak, dan dipasang di sela-sela ruang publik, hal tersebut bukan hanya mengganggu pemandangan, tetapi menandakan bahwa si calon bersikap egois karena memanfaatkan lahan yang seharusnya bukan sebagai tempat kampanye iklan politik. Kampanye dengan memasang banner dan rontek sudah tidak efektif, maka tim sukses parpol harus berfikir kreatif untuk berkampanye melalui media yang ramah lingkungan. Melihat yang terjadi pada kampanye Presiden AS Barrack Obama tahun lalu, bisa diambil pelajaran mengenai cara beliau berkampanye dengan menggunakan media online. Dari media online tersebut bisa melakukan jejak pendapat, menjelaskan visi dan misi secara detail, pengumpulan dana kampanye melalui penjualan merchandise partai.
Jejak pendapat dan pengenalan visi dan misi bisa dilakukan melalui jejaring sosial, yang bisa diakses seluruh masyarakat. Hasil keuntungan penjualan merchandise parpol bisa menjadi sumber dana parpol untuk berkampanye. Karena calon pembeli merchandise tersebut merupakan orang yang benar-benar tahu dan mendukung partai politik tersebut. Setidaknya para tim sukses partai memiliki arah menuju kampanye dengan media sosial, karena pengguna internet di Indonesia semakin tahun semakin meningkat, dan fenomena tersebut bisa dijadikan peluang berkampanye dibandingkan menggunakan media konvensional yang memberikan dampak negatif bagi ruang publik. Media online bagaikan pisau bermata dua, ketika berita positif yang muncul, maka cepat terangkat, begitu pula sebaliknya. Selain itu banyak sekali faktor yang bersinergi dalam sebuah kampanye politik, yaitu uang, strategi pilihan media yang tepat, brand building, message management dan community engagement. Seberapa besar dana yang dimiliki dan secanggih apapun media yang dipilih, tetapi kalau tidak ada sesuatu yang “dijual” oleh kandidat, hasilnya juga akan sia-sia.
Penulis : Ikhsan Rahandono